Monday, October 09, 2006

Cerbungku "Bagian-1"

ADA SEBUAH PURI DALAM HATIKU


(Bagian pertama)

Dibuat oleh : Rdayt

Langit sore itu begitu muram menyaksikan pertengkaran dua anak manusia. Angin-angin pun turut prihatin melihat kekhilafan mereka. Sesekali awan-awan di angkasa menampakkan siluet kesedihan yang beralasan.

Di pinggir sebuah jalan raya yang sarat dengan kendaraan yang lalu lalang, aku dan Meyfa saling bertatapan. Tatap mata kami sangat tajam dan menyorotkan kebencian yang sangat besar. Sesekali para pengendara mobil dan motor yang kebetulan melintas di jalan itu menengok ke arah kami ketika sebuah bentakan kasar keluar dari mulut aku maupun Meyfa.

“Tau nggak…??? Kamu itu nggak pernah bisa jadi cewek yang baik buat aku, kamu nggak pernah bisa menghargai aku, kamu sangat egois dan sangat mementingkan diri sendiri. Apakah kamu nggak pernah berpikir apa yang aku rasain selama ini, Hah…??? Aku membentak Meyfa sambil mengarahkan telunjuk tangan kananku ke arah wanita yang sudah sekitar tujuh bulan aku pacari itu.

“Eh Den, kamu pikir kamu juga cowok yang sempurna apa…??? Asal kamu tau aja yach…pacar aku sebelum kamu jauh lebih baik daripada kamu. Apapun yang aku minta selalu dituruti. Nggak pernah sekalipun dia menolak. Aku minta ini pasti dia kasih, aku minta itu dia pasti setuju. Terus kamu… Apa…??? Apa yang udah kamu kasih ke aku…??? Nggak ada yang berarti tau nggak… semuanya murahan… Kamu kira aku sebenarnya mau dengan pemberian kamu itu…???” Meyfa membalas bentakanku tak kalah kerasnya sampai urat-urat di lehernya kelihatan menonjol sehingga pesona yang seharusnya terlihat dari wajahnya yang cantik seakan-akan sirna.

“Yach aku tau itu. Dan itu sebabnya juga dia pergi ninggalin kamu khan…??? Kamu tau kenapa…??? Karena kamu materialistis, kamu itu selalu menilai seseorang dengan uang. Kamu juga nggak pernah mempedulikan apakah saat itu dia punya uang atau nggak… Mata kamu itu udah di butain dengan keserakahan tau nggak…??? Makanya kamu jadi bodoh sampai nggak bisa melihat kalau dia itu sangat makan hati pacaran sama kamu. Dan kamu tau apa yang aku rasain saat ini…??? Sama dengan pacarmu yang dulu itu. Aku muak dengan sikap kekanak-kanakkan kamu. Kalau sikap kamu masih seperti ini, sampai kapanpun nggak akan ada pria yang tahan sama kamu, Mey…!!!”

“Den, yang namanya cewek… matre itu wajar. Sejak dari jaman batu dulu sampai zaman millenium saat ini… emang udah tugas cowok untuk memberi ceweknya apapun yang diminta…!!!

“Emang…akupun akuin itu. Tapi nggak mesti dengan cara yang berlebihan seperti apa yang udah kamu perbuat itu, tau….!!! Cukup…aku sudah muak dengan pertengkaran kita. Lebih baik kita pulang ke rumah masing-masing. Coba renungi perbuatan kamu… bila kamu masih seperti ini, maka nggak ada jalan lain. Kita putus…!!! Dan aku minta maaf nggak bisa ngantar kamu pulang… tapi tenang, ada banyak angkot ke rumah kamu dari jalan ini. Dan aku yakin kamu pasti punya cukup uang untuk ongkos khan…??? Maaf, Mey… aku balik duluan…!!!” Selesai berkata begitu aku langsung berlalu ke arah sepeda motor yang di parkir tak jauh dari tempat mereka berdiri. Begitu mesin motor menyala, aku langsung tancap gas meninggalkan Meyfa yang dengan kesal memaki-makiku dari kejauhan.

o0O0o

Adegan hitam putih dalam kehidupanku dan Elina sekitar tiga tahun yang lalu. Diatas laju sepeda motor yang melaju dalam kecepatan lambat menyusuri jalan raya. Tidak ada begitu banyak kendaraan di jalan itu. Malam hari. Suasananya sunyi. Sesunyi pikiran Elina yang sedang bingung untuk mengutarakan apa yang sudah diketahuinya kepadaku. Namun dikeluarkan juga perasaan itu dalam bentuk pertanyaan.

“Den, bagaimana menurut lo kalo ada cewek yang udah nggak perawan lagi padahal dia belum menikah…???”

“Kenapa emang, Lin…??? Koq lo tiba-tiba nanya kayak gitu sich…???”

“Gapapa… Cuma denger selentingan kabar kalau ada temen gue yang terbawa pergaulan bebas.”

“Waw… gila bener temen lo. Yaaa… terus terang kalo kita menilai dari segi agama dan moral, itu termasuk perbuatan yang nggak baik lah, Lin. Tapi buat gue pribadi, itu sich nggak masalah. Udah hal yang biasa terjadi disini. Jakarta gitu lokh… Apa sich yang nggak ada disini…???”

“Yeeee… lo jangan bikin gue seolah-olah kayak ketinggalan jaman gitu donk… Yang bener aja… masa ada cewek yang hamil di luar nikah lo bilang biasa. Emangnya lo mau kalo dapet cewek yang udah nggak perawan…??? Ayo coba jawab…!!!”

“Nggak masalah tuh buat gue… Biarin aja. Tokh, kalau gue cinta sama cewek itu, ga masalah, kalleee… dia nggak perawan lagi, keq. Terserah, asal kita berdua saling mencintai dan setia pada pasangan.” Jawab aku serius, membuat Elina sedikit kesal karena tetap mengira pasti aku sudah menganggapnya kampungan karena tidak bisa menerima kenyataan bahwa hamil diluar nikah adalah hal yang sudah biasa terjadi.

Walaupun begitu, sepeda motor yang aku kendarai terus menyusuri jalan yang tidak begitu ramai tersebut. Tangan Elina melingkar dipinggangku. Dengan sadar atau tidak Elina merebahkan pipi kanannya di punggungku. Matanya terpejam. Mungkin kelelahan… entahlah.. mungkin juga suasana seperti itu yang begitu ia harapkan. Memelukku atau mungkin berada dalam pelukanku. Dan apapun yang sedang terjadi, yang pasti aku sangat bahagia mendapati Elina sedang memelukku. Sesekali aku mengelus tangan Elina yang halus dan mungil. Elina merasakannya. Hatinya tersenyum. Namun bibirnya diam.

o0O0o

Bis kota itu terlihat sesak sekali. Penumpang berjejal memaksakan diri untuk mendapatkan tempat yang nyaman, meskipun cuma berdiri. Dendi yang saat itu terus tergeser sampai ke tengah cuma bisa mengeluh dalam hati karena harus berhimpitan dengan seorang wanita tua yang agak bawel. “Hhhh… deket nenek-nenek lagi!” Keluhnya dalam hati. Kantor tempatnya bekerja memang membuat ia harus rela untuk berjejalan didalam bis kota. Sebenarnya ia lebih sering berangkat ke kantor menaiki sepeda motornya yang baru dia beli beberapa bulan yang lalu. Uang gajian pertama dan kedua ia kumpulkan untuk dijadikan DP kredit motor. Meskipun kredit, tak apalah. Daripada harus naik bis kota. Panas, antri, berjejalan, desak-desakkan. Ukh.. rasanya memang penuh perjuangan bila ingin hidup di kota metropolitan seperti Jakarta.

Tapi kali ini berbeda, Dendi tidak berpikir untuk menghindar dari segala kesumpekan yang selalu dirasakannya dahulu didalam bis kota, karena kali ini ia membiarkan dirinya mengalami hal itu lagi.

Dendi begitu murung, mungkin lebih tepatnya melamun. Beberapa hari yang lalu ia bertengkar dengan Meyfa, kekasihnya. “Mungkin aku dan Meyfa memang harus putus. Nggak ada gunanya bila harus dipertahankan. Fiuuuhhh…. Andai saja aku punya pacar yang mau mengerti dengan keadaan aku, bersahaja, ga matre. Hhhh… ada ga ya cewek kayak begitu di dunia ini…???” Pikir Dendi disela-sela kekesalannya karena harus terdorong oleh penumpang yang baru naik memaksa masuk sehingga harus mendorong penumpang lain yang ada didalam.

Diantara kepenatan yang dirasakannya tiba-tiba terbersit ingatan masa lalu. Sekitar empat tahun kebelakang. Kenangannya bersama seorang gadis yang sempat disukainya namun tak sampai terucapkan sehingga membuat Dendi harus memendam perasaan begitu lama.

“Hmmmm… Elina. Bagaimana kabarnya saat ini yaaa…??? Udah lama juga ga pernah ketemu. Mungkin baik sekali kalau aku berkunjung ke rumahnya sekarang. Mumpung masih sore. Ahhh.. semoga aja dia ada di rumah.” Entah kenapa setelah berpikir seperti itu Dendi jadi senyum-senyum sendiri, membuat beberapa orang yang ada di dekatnya memperlihatkan raut wajah yang aneh dan bingung. Begitu menyadari hal itu Dendi malu bukan kepalang, pipinya merah dan tak tau harus berbuat apa.

o0O0o


Bersambung

Insya Allah

No comments: