Wednesday, August 13, 2008

Daysou Si Penjelajah Waktu (Part 3)

Daysou Si Penjelajah Waktu (Part 3)

Daysou & Sang Penyendiri

Oleh : Daysou


Malam yang sunyi menemani Sang Penyendiri terpekur di deretan awan yang kelam. Tampak sesekali siluet sebuah wajah muram terbersit ketika satu larik kilat menyambar dari balik awan dan menggemparkan keheningan dengan suara gelegar yang memekakkan gendang telinga. Sang Penyendiri masih terpaku menatap dunia di bawah sana seolah tak merasakan guntur yang datang berkali-kali. Wajahnya memancarkan gelisah yang dalam. Bisa kubaca dalam hatinya tersimpan sebuah cinta yang begitu tulus kepada seorang putri yang sedang tertidur dengan pulasnya nun jauh di bumi. Bisa kudengar kata-kata mengalir abstrak dari hembusan nafasnya, “Cintaku padamu… sebanyak curahan air hujan yang turun ke bumi, sehangat pancaran mentari di pagi hari, seindah bulan yang memberikan cahayanya di kegelapan malam bahkan sedamai udara yang tak pernah habis untuk dihirup oleh seluruh makhluk di jagat raya ini.”

Aku masih berdiri di dahan sebuah pohon yang menjulang keatas seolah ingin meraih awan dan mendapatkan Sang Penyendiri masih tertunduk lesu. Kulompati seekor kelelawar kecil yang terbang menukik beberapa meter di depanku. Kujadikan pijakan kakiku untuk dapat meraih ujung pohon yang lebih tinggi di seberang sana. Aku ingin menghampirinya untuk menanyakan kegundahan hatinya, kegamangan jiwanya dan kerapuhan semangatnya.

Seekor naga muncul dari arah utara menghampiriku yang masih berdiri menanti keajaiban. Kepakan sayapnya membuyarkan seluruh pikiran dan lamunanku tentang Sang Penyendiri. Sang naga terus mendekat... mendekat... dan mendekat. Dalam bayanganku dia makhluk yang besar namun menghargai aku yang kecil. Wajahnya menyeramkan tapi tatapannya menentramkan aku yang ketakutan. Suaranya membahana memenuhi setiap molekul udara yang berlarian lincah di seantero tempat ini tapi menyejukkan telinga yang sedari tadi pekak oleh gelegar petir yang mengaum bagai harimau yang sedang mengamuk.

Sang naga masih terbang dengan meliuk-liukkan tubuhnya yang panjang dan penuh dengan sisik. Dia menatapku tajam dan berucap lirih, ”Jika kau memang berniat untuk menolong Sang Penyendiri... naiklah keatas punggungku. Akan kubawa kau terbang menemuinya untuk menyampaikan bahwa tidaklah bijak mengurung diri dalam gelombang perasaan yang mendalam... merusak karya alam yang seumur hidupnya tercipta untuk membuahkan makhluk-makhluk yang diunggulkan. Menyendiri bukanlah saksi, terpekur bukanlah bukti, bersedih bukanlah curahan hati yang bisa dipertanggung jawabkan untuk menyatakan cintanya kepada De, sang bidadari Sunda.”

Aku terperanjat. Sang naga mengatakan tentang De, sang bidadari Sunda. Aku mengenalnya. Dia adalah salah satu dari tujuh bidadari Langit yang senantiasa turun ke bumi untuk berendam di telaga murni guna membersihkan diri dari kotoran-kotoran jasmani dan rukhani yang terkadang membelenggu hati dan menjerumuskan diri kedalam lubang kelam yang penuh duri siksa dan perih. De, adalah bidadari termanis yang merupakan pujaan para laki-laki mulai dari kaum syudra bahkan sampai kaum brahmana, mulai dari manusia biasa bahkan sampai para dewata. Bahkan seekor cacing rela bertapa selama seribu tahun hanya untuk bisa berubah menjadi manusia agar bisa bersanding dengan De, sang bidadari Sunda.

Di atas punggung sang naga aku masih terdiam. Kurasakan hembusan angin dingin menyapu permukaan kulitku dan menggelitik lubang pori-pori untuk kemudian merasuk ke dalam sendi-sendi tubuh ini. Semakin dekat kulihat sosok Sang Penyendiri sedang berdiri menatap langit. Sejenak kemudian tiba-tiba dia melompat dari awan tempatnya berpijak. Dia meluncur deras ke bawah sana. Aku dan sang naga mengikutinya dengan kecepatan yang tak kalah hebatnya. Namun sang naga yang sudah kelelahan tak sanggup mengikuti kecepatan Sang Penyendiri. Bahkan pada kepakan sayap berikutnya sang naga meluncur deras ke bawah tanah tanpa terkendali mengikuti tarikan gravitasi bumi yang membetotnya paksa dari angkasa membuatku terlempar dari punggungnya. Sebelum terjatuh sang naga berucap dengan lirih, ”Daysou, maafkan aku tidak bisa menemanimu untuk menolong Sang Penyendiri. Tolong bantu dia menemukan kehidupannya kembali.” Kulihat air mata mengalir dari matanya yang besar. Dan tetesan air mata itu kini sudah berubah menjadi hujan. Membasahi aku yang terus meluncur deras ke bumi tepat di belakang Sang Penyendiri. Hujan ini adalah hujan cinta sang naga kepada Sang Penyendiri. Aku begitu heran, mengapa sang naga begitu peduli kepada Sang Penyendiri...??? Ah.. aku tidak tahu. Kekuatan cinta bisa datang kepada siapa saja dan apa saja tak peduli jenis dan bentuknya. Aku menjadi semakin tidak mengerti.

Entah apa yang terjadi, tiba-tiba saja aku meluncur lebih cepat dari sebelumnya. Perlahan-lahan aku bisa menyamai Sang Penyendiri. Kulihat wajahnya yang membatu begitu dekat dan jelas. Pandangannya kosong. Dia begitu sedih dan merana.

Dalam keadaan masih meluncur, kuberanikan diri untuk berbicara kepadanya.
”Sang Penyendiri, aku tau caranya agar kau bisa mendapatkan De, sang bidadari Sunda.” Dia tak bergeming. Tatapannya masih lurus kedepan. Aku tak menyerah. Kuteriakkan padanya bahwa aku bisa membantunya.
”Sang Penyendiri, kau harus tau. De, itu mempunyai pekerjaan sampingan sebagai penjual brownies. Bila kau bisa membantunya menjualkan brownies miliknya, maka aku yakin kau bisa mendapatkannya. Setelah itu kau bisa hidup bahagia bersamanya. Tiba-tiba dia menoleh dan menatapku penuh arti. Tersungging senyuman tipis di bibirnya yang sedari tadi selalu rapat. Dengan pelan sekali dia mengucapkan terima kasih padaku. Aku hanya tersenyum melihat perubahan pada dirinya. Aku turut bahagia. Cinta itu memang indah. Bila kita bisa menyelami keutuhan maknanya. Cinta itu memiliki sinergi yang harus dilengkapi oleh sang pencinta dan orang yang dicinta.

Tiba-tiba Sang Penyendiri berteriak. Dan dalam sekejap mata telah muncul sebuah lubang hitam berbentuk pusaran yang dengan kuat menyedot tubuhku. Aku berputar-putar dalam ruang yang tak dapat kukenali. Mataku terpejam karena tak kuat menahan rasa pusing yang melanda kepalaku.

Beberapa saat kemudian, aku merasakan diriku terjatuh. Sakit sekali rasanya. Dan ketika kubuka mata kulihat De sedang melihat aneh kearahku. Setelah kulihat sekeliling, aku sadar bahwa aku sudah berada di tempat asalku. De, yang bingung langsung bertanya apa yang terjadi kepadaku sampai aku seperti ini. Aku hanya tersenyum sambil mengatakan bahwa aku tidak apa-apa.

Selagi aku berjongkok untuk membersihkan celanaku tiba-tiba terdengar suara, ”Daysou, terima kasih, ya...” Aku merasa mengenal suara itu. Ketika aku menoleh keatas, kulihat seorang pria berpakaian rapi sedang menggandeng tangan De. Ketika kulihat wajah pria tersebut aku mengenalinya. Dia adalah Sang Penyendiri.

No comments: